Just few months ago, I said I could stay
Just few months later, I said I should leave
Akhir bulan Agustus, tanggal 30 tepatnya, hujan mulai
membasahi Bandung di jam-jam pulang kantor. Mereka yang tadinya hendak pulang
terpaksa harus menunda, begitu juga dengan dia yang duduk di pojok
singgasananya.
Menunggu hujan reda, gue dan anak-anak kantor lainnya
memutuskan untuk pergi keliling mall. Sebelum pergi, gue berpesan padanya,
‘Kalo mau pulang WhatsApp!’. Berkali-kali mengingatkannya, karena hari itu jadi
hari kerja terakhir buat gue, dan ingin rasanya untuk pamitan lama dengannya.
Sekitar 30 menit kami berkeliling, gue kembali
mengingatkannya via WhatsApp, ‘Kalo mau pulang kasih tau’. Hanya selang
beberapa detik, ia menjawab dengan singkat, ‘Pulang’. Hujan memang mulai reda,
dia pasti ingin segera pulang. Kaki ini berjalan cepat, mengarah ke lantai
delapan. Hari Jumat mall selalu lebih ramai, lift pun jadi lebih lama, rasa
khawatir tidak sempat berpamitan seketika muncul.
Setibanya di lantai delapan, langkah kaki semakin panjang.
Memasuki kantor, mata ini langsung tertuju ke pojok singgasananya. Sosoknya
sudah hilang dan sejenak badan ini lemas. Gue masih mencoba mencari ke ruangan
lainnya, ruang siaran. Sneakers yang baru dia beli tampak, dia masih ada. Kami
mulai duduk bertiga di ruang siaran dan dia mulai bercerita segalanya, bercerita apa saja dari masa-masa sulit sampai bahagia. Gue mendengarkan sambil menyandarkan kepala di bahu kiri teman seperjuangan memalingkan muka darinya. Mata gue berkaca-kaca hingga berlinang air mata, gak tahan mendengar semua ceritanya, gak tahan untuk meninggalkannya. But I made the decision, I should've known that this day would come.
I wrote this draft right after my farewell with two of my good friends, brothers, co-workers. Been thinking to post it on blog, but I forgot, so here it's now. Thank you Mas Fasa & Arin for everything!
No comments:
Post a Comment